Senyapnya masih membasuh malam
Dinginnya masih menyelinap lewat jendela
Dan hatinya masih abu-abu
Persis bagai hitam-putih yang beradu
Rinai-nya masih membasuh debu
Membuatnya kalut menjadi licak tipis tanah
Hati-hati saja, jika tak melihat bisa-bisa kotor celana bocah-bocah berlarian
Dan jika sudah kotor maka mengomel-lah ibu seharian
Kau masih dengan payung berwarna biru tua
Berteduh merunduk berjalan tergesa
Seakan takut sekali hujan akan menghabisimu
Tapi tetap saja, tempiasnya akan terus mengikutimu
Jika boleh aku bertanya,
Hendak kemana kau sebenarnya?
Terus berjalan mondar-mandir dengan gurat cemas tergambar jelas
Akankah kau akan mampir ke sini?
Menemani gadis sendiri ini menghabiskan hujan?
Ahh,
Tak patut juga aku bertanya
Kacamatamu berembun melawan perbedaan udara
Entah bagaimana kau seakan tak kuasa mengelapnya
Seperti kau yang tak kuasa menghentikan hujan yang turun tidak terduga
Layaknya pepatah lama
"Cinta tak harus memiliki"
Cepat sekali kata itu diucap
Cepat sekali pula aku harus memahaminya
Layaknya hujan yang tiba-tiba jatuh memeluk tanah
Secepat itulah aku harus menepis setiap tentangmu yang kusebut cinta
Sayangnya hujan selalu membawa cerita
Ceritamu, ceritaku dan cerita semua orang yang pernah mengikrarkan cerita di bawahnya
Namun ceritaku dan ceritamu tak pernah sama
berbeda tokohnya
berbeda perasaannya
Jika ceritaku adalah tentangmu
Maka ceritamu bukan tentangku
Ceritamu adalah tentang dia yang membuatmu selalu mengingat tentang hujan.
Hujan yang khusus untukmu.
Sayangnya hujan ini turun setiap tahun
Hingga aku lupa bagaimana cara melupakanmu
Malang, 29 Oktober 2016
Malang, 29 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar