Kali
ini saya ingin menulis review tentang sebuah novel bergenre drama yang akan
membawa kita tidak hanya sekedar berkhayal, tapi juga merasa. Novel ini saya
dapatkan kurang lebih satu tahun lalu dari penerbit Gramedia secara gratis
bersama dengan empat novel lainnya. Salah satu bagian dari paket hadiah yang
saya dapatkan karena resensi Novel Matahari saya menjadi resensi berpotensi
kedua. Saya sangat merasa beruntung, karena ternyata paket novel yang saya
dapatkan ternyata deretan novel yang masih fresh
karena merupakan terbitan tahun 2016 bahkan salah
satunya termasuk novel yang paling ditunggu terbitnya. Salah satunya novel
“Drupadi” karya sastrawan kenamaan Seno
Gumira Adji Dharma.
Pada
saat saya pertama memegang novel “Genduk” ini, saya memiliki feeling kalau novel ini bukan novel biasa.
Dulu saya berpikir, bahwa novel ini tidak bisa hanya sekedar dibaca, tapi juga
perlu pemahaman untuk mencerna apa yang ada dalam novel ini. Dan setelah saya
menamatkannya kemarin sore, saya menghela napas. Berpikir ulang. Novel ini
sungguh bukan novel biasa yang bisa dibuat untuk mengisi waktu luang. Ini
adalah novel yang menceritakan tentang kehidupan, tentang bagaimana seseorang
harus bersikap, tentang bagaimana seseorang menemukan keberanian, dan tentang
bagaimana seseorang harus berjuang yang dikisahkan lewat “aku” yang diwakilkan
oleh Genduk, seorang gadis usia sebelas tahunan.
Berikut
review novel sastra ini:
Bisik Tembakau
Lewat Seorang Genduk
Sumber: Dokumen pribadi |
Judul : Genduk
Penulis : Sundari Mardjuki
Tahun Tebit : 2016
Penerbit : PT Gramedia Pustaka
Utama
Jumlah halaman : 232 halaman
ISBN : 978-602-03-3219-2
Harga : RP. 62.000,00
Sajak Pohon Tembakau
Tanah kerontang ia gemburkan
Larik benih ia taburkan
Ada kehidupan di sana
Yang ia dekap hingga bulan tak berbilang
Kepada langit ia mintakan
Janganlah air ditumpahkan
Karena sang jabang masih lemah
Dari alang-alang yang menjamah
Kasihmu menghidupi
Telatenmu menggenapi
Hingga waktunya tiba
Ketika berkumpul semua asa
Sepahit apapun rasa tembakau
Jangan pernah risau
Karena akan ada mawar sebagai penawar
(halaman
200-201)
***
Novel Genduk ini merupakan sebuah novel bergenre drama
yang berlatar waktu 1970-an dan berlatar tempat di sebuah desadi lereng gunung
Sindoro, Jawa Tengah.
Tokoh
utama di dalam novel ini adalah Genduk, seorang gadis kecil berusia 11 tahun
yang memiliki kulit putih dan bintik merah yang muncul di pipinya jika
kepanasan, orang desanya bilang ia mirip dengan bapaknya—yang entah tidak
diketahui dimana dan bagaimana keadaannya. Genduk bukan gadis gunug biasa. Ia tumbuh
berdua dengan ibunya yang mendidiknya dengan begitu tegas yang ia panggil
dengan sebutan “Yung”. Ia tumbuh menjadi gadis yang mandiri dan dapat menelan segala
macam bentuk keterbatasan di usainya
yang masih sangat muda. Genduk adalah cerminan sosok perempuan tangguh hasil
tempaan nasib.
Tokoh-tokoh
lain dalam novel ini juga begitu lengkap dan karakternya sering kita temui
dalam kehidupan nyata kita. Misal Lik Ngadun, seorang sanak keluarga yang
sangat peduli dengan anggota keluarga lainnya, Kaji Bawo, seorang bijak yang
paham agama dan selalu memiliki jawaban atas banyak pertanyaan, teman
sepermainan layaknya Sapto,Darman, Sumiati, Jirah dan lain sebagainya.
Desa
tempat Genduk tinggal merupakan sebuah desa dengan peduduk berprofesi sebagai
petani tembakau, dimana desa tersebut merupakan desa yang menghasilkan tembakau
kualitas nomor wahid, seperti “emas hijau” jika mengutip istilah dalam buku
ini. Oleh sebab itu, saat membaca novel ini kita akan dibawa bersama dengan
keluh kesah para petani tembakau . Akan ada frustasi di dalamnya. Banyak ketakutan,
harapan serta sorak gembira yang dapat kita ketahui dalam novel ini perihal
dunia pertanian tembakau. Jujur saja saya seperti melihat potongan film hitam
putih saat membayangkan kisah ini. Saya juga seperti mengingat masa kecil saya
yang pernah tumbuh di daerah yang hampir sama dengan Genduk, jadi saya merasa
berterimakasih dengan novel ini, saya bisa merasakan bagaimana riuh senang dan
sulitnya para petani tersebut.
Selain
itu, setting waktu yang diambil juga semakin membuat
pembacanya seperti bernostalgia. Beberapa adegan yang ada dalam novel ini
seperti mengajak pembacanya mengingat kembali masa kecil. Penulis juga
memasukkan unsur adat setempat yang begitu kental, seperti rapalan-rapalan do’a
khas petani, acara adat, dan dialog-dialog dalam keseharian. Semuanya dideskripsikan
dengan rangkaian kalimat yang megalir dengan indah dan tidak membosankan.
Bukan
hanya perihal tembakau yang menjadi konflik dalam novel ini. Saya bisa
mengatakan bahwa novel ini begitu kompleks. Banyak hal yang akan disinggung
dalam novel ini dan dikemas dengan begitu apik dan tersusun rapi, seperti
perihal Genduk yang berjuang mencari keberadaan ayahnya, Kaduk sang Jahanam
yang akan membuat kita ikut merasa jijik dan geram dengan segala tingkah
polahnya, tragedi akibat kefrustasian para petani dan masih banyak hal yang
akan membuat kita merenung. Setiap konflik dan penyelesaiannya akan memainkan
emosi pembacanya. Selain konflik yang berat, dalam ceritaini juga akan dibumbui
dengan manisnya cinta pertama Genduk. Kisah cinta anak kecil yang entah akan
berkahir bagaimana kelak.
Selain
bahasa yang digunakan lincah dan sarat
makna dan isi cerita yang dikemas secara
rapi dan menyenangkan, dalam novel ini disajikan beberapa sajak-sajak indah. Hal
ini berkaitan pula dengan Genduk yang memiliki bakat dalam mengarang dan sering
dipuji oleh gurunya. Saya tidak merasa bosan sama sekali saat membaca novel ini
dari awal hingga akhir. Ditambah pula dengan ilustrasi lukisan di belakang
cover depan, saya rasa benar-benar menggambarkan bagaimana sosok Genduk di
antara tembakau-tembakaunya.
Namun,
selain kelebihan – kelebihan yang saya uraikan di atas, seperti halnya dengan
tulisan manusia lainnya, terdapat beberapa kekurangan dalam novel ini. Pertama dari segi penulisan. Meskipun hampir
seluruhnya saya tidak menemukan kesalahan pengetikan, akan tetapi saya
menemukan beberapa kesalahan dalam
penempatan tanda hubung (-), misal pada halaman 63 kata “ke-tika” yang
seharushnya “ketika” dan kata “pu-tih” yang seharusnya “putih” berada di
tengah-tengah kalimat, saya memahami bahwa ini adalah sebuah keluputan yang
sangat manusiawi dan tidak mengganggu. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
sebenarnya dimaksudkan sebagai pemenggalan suku kata yang berbeda baris, akan tetapi
setelah mengalami pengeditan di beberapa baguan, tanda baca tersebut lupa untuk
diperbaiki. Tetapi kesalahan ini sungguh tidak mengganggu sama sekali.
Kedua, novel
ini bukan sekedar novel yang bisa dipahami hanya dengan membaca sebagai pengisi
waktu luang. Banyak sekali pelajaran di dalamnya, sehingga kita harus memahami
kalimat demi kalimat untuk mencerna isi novel ini. Sehingga novel ini tidak
terlalu cocok untuk pembaca yang menyukai cerita yang ringan dan tidak terlalu
kompleks. Tetapi, novel ini tidak menutup kemungkinan dibaca oleh semua jenis
pembaca.
Dan
ketiga, sebenarnya ini pendapat pribadi saya saja. Berkaitan
dengan isi cerita, penulis membuat antiklimaks yang membuat pembacanya sedikit “kecewa”.
Terlebih pada saat kematian si gaok jahanam. Saya sebagai pembaca sebenarnya
masih kurang terima dengan cara kematian peran antagonis yang terkesan terlalu
biasa dan tanpa adanya penyesalan sampai akhir hidupnya, apalagi jika mengingat
betapa kurang ajar dan jahatnya perilaku si antagonis pada Genduk dan
petani-petani tembakau di desa itu.
Novel
ini sangat saya rekomendasikan kepada kalian yang menyukai cerita kompleks dan
menyentuh dan bagi mereka yang menyukai mendalami dan merenungkan sesuatu. Novel
ini sangat sesuai untuk mereka yang mencari bagaimana cara ikhlas, tabah dan
berjuang yang saling berkaitan. Dan untuk kalian yang ingin membaca novel ini,
saya sarankan kalian membacanya dengan hati yang tenang dan rileks, ini
bertujuan agar kalian bisa mendalami karakter Genduk dan merasakan petualangan
batinnya.
"Genduk, dunia ini tempat sementara. Maka, kesenangan yang diberikan sama Gusti Allah ya hanya sementara. Demikian juga kesusahan, juga sementara..." (halaman 154-155).
Selamat
membaca, selamat merenung, dan selamat menikmati kisah Genduk yang memukau ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar