Selasa, 29 November 2016

"Sahabat Super" (dedicated for My Best Ida Nur Jannah & Jami'atul Khoiriyah)

Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Sumber: http://muslim.or.id/8879-pengaruh-teman-bergaul.html

***
            Kita tidak akan tahu di masa depan kita akan berteman dengan siapa, di mana kita akan tinggal, bagaimana kita menjalani hidup, dan banyak hak hal yang menarik tentang masa depan. Tapi kita selalu bisa menoleh ke masa lalu dan menjalani kehidupan sekarang, perihal dengan siapa saja kita berteman, dimana saja kita tinggal dan bagaimana kita menjalani hidup kita yang kita tak mampu mengintip masa depannya.
            Dan tentang seorang teman, aku akan menceritakan tentang dua  ‘teman superku’.
Namanya Ida Nur Jannah. Sekali melihat saja semua orang akan melihat jika dia seorang yang penuh wibawa—dan jelas berbeda sekali dengan saya (haha). Aku bertemu dengannya saat kamu berada di SMP yang sama, kelas yang sama. Dulu saat kelas satu ia selalu menjadi bahan pujian guru agama, nilainya selalu bagus dalam banyak pelajaran, sungguh, saat itu aku iri dengan anak ini.
Namun tidak ada yang menyangka jika kelak ia akan menjadi teman baikku—bahkan salah satu teman terbaikku. Entah bagaimana caritanya, kita menjadi teman. Awalnya memang teman biasa, tidak terlalu dekat seperti halnya yang disebut sahabat. Namun entah kejadian apa yang aku sendiri juga lupa, akhirnya lama-kelamaan kami berteman dekat. Bukan hanya aku dan Ida, juga dengan seorang lagi yang tidak kalah luar biasanya dengan temanku, Ida. Jami’atul Khoiriyah.
Sebuah persahabatan yang terjalin dalam waktu singkat, karena dalam persahabatan tidak mengenal waktu dan usia. Sungguh, jika tolak ukur sebuah persahabatan adalah waktu, maka yang jadi adalah orang-orang yang dengan egois memaksakan diri menjadi sahabat kita. Merasa mengenal satu sama lain meski sebenarnya tidak, sok tahu dengan kehidupan orang lain. Lantas, mengapa aku menyebutnya dalam waktu singkat? Karena hanya dalam waktu beberapa bulan saja kita sudah bisa bersahabat dengan baik, membagi seluruh masalah kehidupan dan menanganinya bersama, membagi kesenangan menjadi kebahagiaan bersama, dan kini telah berpilin menjadi kenangan yang menyenangkan.
Lazimnya, jarak akan merubah banyak hubungan manusia. Yang saling mencintai akan mengendur cintanya, yang saling percaya tak sedikit yang pudar rasa percayanya, yang saling membenci tak sedikit yang mulai lupa dengan perasaan benci yang dideritanya, pun masih banyak contoh lainnya. Namun entah bagaimana, rasanya hingga kini itu tak merubah hubungan kami. Kami bertiga memang tak pernah satu sekolah lagi semenjak SMA, tapi dengan cara-cara ajaib, sepertinya Allah selalu memberi jalan untuk kami bertiga selalu saling bersilaturrahmi. Mulai dari kunjungan ke pondok, saling berikirim pesan lewat sosial media, saling menelpon, dan ajaibnya lagi, kami pernah saling berkirim surat dan bertemu dalam acara-acara tak diduga sebelumnya. Sungguh, aku sendiri merasa Allah yang telah menjaga hubungan kami bertiga.
Hingga saat ini aku masih kagum dengan dua sahabat superku itu. Mereka mempunyai kelebihan yang selalu membuat kagum. Ida yang selalu memiliki sikap rendah hati dan teguh akan apa yang ia kerjakan, Jami’ dengan keuletan dan keramahannya. Dan aku sering merasa “aku tidak ada apa-apanya dibanding mereka berdua”. Selalu demikian. Namun mereka selalu membuatku bangga, membesarkan hatiku yang mulai ciut dengan segala pikiran negatifku sendiri.
Jika aku boleh berbangga hati, maka aku akan selalu bangga dengan mereka berdua. Aku yang masih dangkal tentang agama, seperti terus disokong oleh mereka berdua. Sungguh, bercermin pada sebuah hadist, jika mereka diumpamakan penjual minyak wangi, maka aku selalu berharap akan terciprat pula kewangian dari minyak wangi yang mereka dagangkan.



Malang, 29 November 2016.

Selasa, 22 November 2016

Melepaskan dan Sebuah Penerimaan

Sering kali kita lalai, bilang kita kehilangan sesuatu dan menjadi makhluk paling nestaoa di dunia.
Sering kali kita lupa, terus menengadah bagai peminta yang ingin lekas tangan terbukanya penuh.
Lupa, bahwa hakikat menerima dekat sekali dengan melepaskan, dan sebaliknya, melepaskan dekat sekali dengan sebuah penerimaan.
Dimana kita harus rela melepaskan, untuk menerima yang baru.
Sayangnya kita terlalu tamak, memilih untuk terus menerima, hingga tanpa sadaar kita telah meminta-minta.
Berharap tengadahan tangan semakin penuh dan penuh, lantas lupa jika tangan punya kapasitasnya, ada daya tampungnya. 

Kita lupa akan arti keikhlasan, lupa pula arti kesabaran, pun dengan arti melepaskan.
Yang diingat hanya kehilangan, kerugian dan kesulitan.

Kita lupa bahwa segala yang dilepas akan diganti. Dengan berbagai bentuk kembalinya, dengan banyak kejadian menakjubkan mengantarnya kembali.
Maka, dengan demikian, semakin lepas kita melepaskan, semakin indah penerimaan yang akan didapat.
Akan menjadi luar biasa jika hadiah dari melepaskan itu adalah sebuah hati yang baru.
Hati yang dilengkapi fitur sabar dan tulus. Bersih dan memesona. 
Adakah yang bisa mengalahkan sebuah hati dengan kemilau kesabaran di dalamnya?

Maka, sudah semestinya kita memahami.
Melepaskan selalu dekat dengan penerimaan baru. Penerimaan selalu dekat dengan melepaskan.
Dan saat kita bersiap menerima hal yang baru, tak melulu juga diganti dengan hal yang sama. 
Hadiah sebuah pelepasan yang indah akan mendapat ganti yang luar biasa. Hati yang semakin tinggi harganya, dipenuhi kemilau sabar dan ketulusan.


Malang, 10 November 2016.

Minggu, 20 November 2016

Apa yang Kau Harap Dari Sebuah Mercusuar?

pict by google.com


Apa yang kau harapkan dari sebuah mercusuar?
Yang saat siang hanya berdiri teronggok tidak bergeming menatap lautan
Jika diibaratkan ia bagai seorang gadis yang menunggu kekasihnya lulus dari ujian ketangguhan laut

Apa yang kau harapkan dari sebuah mercusuar?
Yang kau bahkan tak pernah melihatnya
Hanya bayanganmu saja yang membuatmu kagum melihatnya gagah sebagai petunjuk arah

Apa yang kau harap dari sebuah mercusuar?
Pun sama dengan apa yang kau harap dariku
Tidak berdaya jika lampu rusak dan kabut gelap

Apa yang kau harap dari sebuah mercusuar?
Sebegitu hebatkah bangunan itu?
Hingga membuatmu terkagum saat aku menceritakannya padamu.
Atau, hanya aku saja yang tak menganggap hebat sebuah mercusuar?


Malang, 20 November 2016

Surat Untuk Rezka

Hai, Rezka. Kali ini aku ingin sekali menulis tentang kamu. Boleh, ya? Jadi ini memang sengaja aku tulis di blog. Menurutku, kalau kus...